SAHAJANEWS.COM|BATAM – Aktivitas pematangan lahan di belakang Rumah Tahanan (Rutan) Tembesi, Kecamatan Sagulung, Kota Batam, bukan sekadar isu perusakan lingkungan biasa.
Di balik hiruk-pikuk alat berat yang terus bekerja, tersimpan dugaan adanya permainan jaringan kuat yang mampu menembus pengawasan hukum dan aturan lingkungan.
Meski Polda Kepulauan Riau (Kepri) dan Badan Pengusahaan (BP) Batam telah mengirimkan surat teguran, kenyataannya aktivitas tetap berjalan tanpa hambatan.
Dari penelusuran lapangan, kegiatan ini berpotensi merusak ekosistem hutan mangrove yang seharusnya menjadi benteng alami pesisir.
Dugaan Perlindungan Oknum
Sejumlah sumber internal yang enggan disebutkan namanya mengindikasikan adanya “perlindungan” dari pihak-pihak tertentu, sehingga proses pematangan lahan berlangsung mulus.
“Kalau tidak ada yang ‘mengawal’, mustahil kegiatan ini bisa terus jalan. Apalagi sudah ada surat peringatan,” ungkap salah satu narasumber, Kamis (14/8/2025).
Mangrove yang Dibabat, Keuntungan yang Mengalir
Berdasarkan pantauan, area yang digarap diperkirakan memiliki nilai komersial tinggi untuk pengembangan properti atau kawasan industri. Pembukaan lahan ini diyakini akan memberikan keuntungan miliaran rupiah bagi pemodal, namun dengan mengorbankan fungsi ekologis mangrove: mencegah abrasi, menyerap karbon, dan melindungi habitat biota laut.
Surat Teguran yang Tak Menggigit
Dokumen surat peringatan dari Polda Kepri dan BP Batam yang beredar menyebutkan larangan aktivitas di kawasan tersebut. Namun, lemahnya pengawasan di lapangan membuat surat itu hanya menjadi formalitas tanpa efek jera. Hingga berita ini diterbitkan, BP Batam belum memberikan keterangan resmi, meski telah dihubungi berulang kali.
Dampak Jangka Panjang
Aktivis lingkungan memperingatkan, jika tidak ada langkah hukum yang tegas, kerusakan mangrove di Tembesi akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan lingkungan di Batam.
“Kita sedang kehilangan ekosistem yang butuh puluhan tahun untuk pulih, demi keuntungan instan segelintir pihak,” ujar salah satu aktivis.
Pertanyaan Kunci yang Belum Terjawab:
Siapa aktor utama di balik aktivitas ini?
Mengapa penegakan hukum terlihat tumpul?
Apakah ada keterlibatan pejabat atau oknum penegak hukum?
Publik kini menanti langkah tegas Polda Kepri dan BP Batam. Tanpa tindakan nyata, isu ini berpotensi menambah daftar panjang kasus perusakan lingkungan yang dibiarkan lepas dari jerat hukum. (Tim redaksi)